About Me

My photo
simple, temper, risk taker, backpacker, spontaneous, lovely, adventurous, unpredictable, emo

Saturday, May 23, 2009

Surga di Barat Nusantara

Bulan Juli, tahun 2005 yang lalu kami menjelajahi Taman Nasional Ujung Kulon, sebuah Taman Nasional diujung barat pulau Jawa seluas 120,551 ha yang juga merupakan tempat pelestarian Badak bercula satu di Indonesia yang kini populasinya kurang lebih hanya sekitar 50 ekor. Perjalanan kami dipimpin oleh ketua MAHITALA dari Universitas Parahyangan Bandung Bp. Ambrin Siregar, sosok “The Master”-nya Adventure bagi kami.


Setelah mempersiapkan semua peralatan, logistik, dan obat – obatan, perjalananpun dimulai. Dari meeting point, kami bertolak menuju Sumuran, memakan waktu hampir 6 jam perjalanan, melewati Serang, Anyer, Carita, Labuan, Pandeglang, dan akhirnya Sumuran. Kami menginap dirumah Bpk. Matang. Seorang nelayan yang juga menyewakan kapal untuk menunjang perjalanan kami ke TNUK. Kami disambut dengan hangat oleh keluarga Pak Matang, ikan bakar balado dengan nasi hangat jadi menu makan malam kami. Tak perlu diungkapkan rasanya, baru dilihat saja rasa egois diri sudah timbul untuk menyantapnya. Esok subuh petualangan kami dimulai. Dengan kapal boat berisikan 14 orang: 11 dari tim kami termasuk 2 orang porter, ditambah 2 ABK dan Pak Matang sendiri sebagai nahkodanya, kami menyeberangi Sumuran menuju Handeulem untuk mengurus semua perijinan masuk ke dalam teritorial TNUK. Perjalanan dilanjutkan menuju Cigenter, dimana terdapat sungai dan rawa yang penuh dengan pohon Mangrove dan Nipah sebagai penghambat erosi dan menunjang ekosistem sungai tersebut. Kami melakukan canoeing menelusuri muara sungai hingga kurang lebih 2 kilometer ke dalam. Cukup memacu adrenalin, ketika membayangkan apa yang ada dibawah air yang keruh sedalam kurang lebih 6-7meter, sementara kita hanya bergantung pada setengah belahan pohon yg disulap sedemikian rupa menjadi kano.

Perjalanan hari pertama ditutup dengan menuju pulau Peucang, yang merupakan pulau kedua terbesar di TNUK setelah Pulau Panaitan. Pasir putih yang halus seperti bedak terhampar luas disepanjang bibir pantai. Tidak jarang kami temui rusa-rusa liar, biawak, dan monyet-monyet berkeliaran di pulau tersebut. Tidak lengkap rasanya jika hanya menjelajahi daratan saja. Sementara yang lain mempersiapkan makan malam, kami ber-snorkeling disepanjang pantai. Dengan kedalaman kurang lebih 3-5 meter, kami temui ekosistem laut yang sangat beragam dengan karang-karang kecil yang indah dilengkapi dengan ikan-ikan karang yang bewarna-warni. Hanya semalam di Pulau Peucang kami lewati, dengan banyak pengalaman baru yang bisa membuat kita belajar untuk mensyukuri keagungan Yang Maha Kuasa.

Hari kedua kami menjelajahi isi pulau dengan berjalan menuju Karang Copong disebelah utara pulau. Dalam perjalanan, tidak jarang kami temui babi hutan, rusa dan biawak beserta sarang-sarangnya. tidak lebih dari 1 jam perjalanan kami tiba di sisi lain pulau, disini pasirnya besar-besar dan kasar, serta banyak sekali keong-keong dan kepiting kecil yang berhamburan disepanjang pantai. Tanpa disadari kelakuan kami berubah drastis, bernostalgia masa SD yang sering bermain lomba keong.

Diujung pulau terdapat bukit karang yang besar, tengahnya berlubang, tak lain dan tak bukan ialah Karang Copong. Cukup terjal kami naiki bukit karang itu, sesampainya diatas kami disambut dengan indahnya hamparan pantai utara dengan ombak yang sangat besar. Dari atas kami bisa melihat ikan-ikan yang sangat indah dan beragam bermain diantara karang-karang besar, sesekali hilang, kemudian muncul lagi. Tempat yang sangat cocok untuk mempelajari sesuatu yang baru: belajar membaca dan mengukur kompas, serta membaca peta gunung dan laut. Sudah hampir tengah hari kami kembali ke camp untuk makan siang. Santap siang kami ditemani dengan monyet-monyet liar yang sangat usil, mengobrak-abrik dan mengacak-acak makanan kami.

Perjalanan kami lanjutkan dengan menyeberang kembali ke pulau Jawa, menuju Cidaon. Hari ini kami akan trekking dari Cidaon sampai Cibunar, sama saja dengan membelah pulau Jawa, masuk utara keluar selatan. Perkiraan waktu 6-8 jam perjalanan. Sesampainya di Cidaon kami melihat grassing ground yang cukup luas, ialah area padang rumput yang digunakan para binatang untuk mencari makan dan berburu. Terdapat Tourist Observation Tower yang juga digunakan polisi hutan untuk memantau perkembangan satwa yang ada. Tanpa membuang waktu, kami mulai memasuki hutan dengan kepadatan pohon-pohon besar yang sangat tinggi. Semakin dalam semakin susah kita melihat langit, sesekali kami dengar kepakan sayap burung hornbill yang nyaris seperti baling-baling pesawat. Tidak jarang ditemui lintasan kecil anak sungai, airnya super jernih dan sangat layak untuk diminum, sambil mengumpulkan tenaga, kami beristirahat sejenak. Hari sudah semakin sore, perjalanan dilanjutkan. Suara jutaan serangga memekikkan telinga, sesekali kami berhenti untuk beristirahat. Hari sudah mulai gelap, adrenalin pun kembali terpacu. Mulai lelah, gelisah, mulai ingin cepat keluar hutan, mulai ingin cepat sampai. Lalu tiba-tiba Pak Ambrin menyuruh kami semua mematikan senter dan sumber cahaya lainnya, jantung mulai berdebar, pikiran sudah melanglang buana ke arah-arah yang negatif, begitu kami mematikan senter, ternyata kami dikelilingi oleh jamur-jamur yang menyala dengan indahnya. Kami tidak bisa melihat apa-apa, hanya sinar-sinar terang yang keluar dari jamur-jamur tersebut disepanjang jalan kami. Sebagian bewarna hijau, ada yang hijau kebiru-biruan. Benar-benar indah dan luar biasa. Itu semua menghilangkan rasa lelah dan gelisah yang sedari tadi sudah kami rasakan. Tak lama kemudian kami mendengar suara deburan ombak, kami percepat langkah dan kurang lebih 1 jam setelah itu akhirnya hutanpun habis, digantikan dengan hamparan samudra Indonesia yang tak berujung. Setelah dihitung, ternyata aktualisasi waktu tempuh perjalanan kami 11 jam, sangat jauh dari yang sudah diprediksikan, hiks.. Segera kami mencari lokasi yang tepat untuk mendirikan tenda. Tepat di muara sungai kami bermalam. Makan malampun kami santap tanpa pikir panjang, jangan hitung berapa kali kami nambah. Ternyata malam itu kami tidak sendirian, di seberang sungai kami melihat beberapa pasang mata yang sedang menatap keberadaan kami, dilihat dari tinggi jarak mata ke tanah itu adalah banteng-banteng. Kami mulai terbiasa dengan sambutan-sambutan penghuni hutan sampai pada suatu saat kami melihat sepasang masa yang tingginya tidak jauh dari tanah. Setelah lebih jeli kita melihat ternyata itu adalah si “Mbah”, yaitu Macan Kumbang yang cukup besar sedang memperhatikan kami. Sesekali bisa dilihat tutul nya yang terpantul dari cahaya api unggun kami. Sungguh hari dengan pengalaman-pengalaman hebat yang tidak terlupakan.

Hari ini kami hanya mengitari Cibunar, menikmati indahnya laut selatan dengan hempasan ombak raksasa, membersihkan diri di sungai, mandi bersama ikan-ikan kecil dan udang-udang muara. Menjelang sore, kami berjalan menuju laut, hamparan pantai yang luas ternyata diselimuti karang-karang yang terlihat karena surutnya air laut. Tanpa alas kaki kami berjalan menyelusuri pantai berkarang tersebut, sesekali kami temui kolam laut, merupakan kolam alami yang terbentuk dari cekungan karang sehingga menyerupai kolam, berisikian air laut serta beberapa biota laut seperti ikan–ikan karang, kepiting, bulu babi, dan kima-kima kecil yang tertinggal di dalamnya karena air yang surut. Sangat indah dan unik.


Esok hari kami kembali menuju Cidaon untuk melanjutkan perjalanan menuju Tangjung Layar, ialah titik paling barat Pulau Jawa. Kali ini perjalanan ditempuh hanya sekitar 9 – 10 jam dengan beberapa kali istirahat. Setelah sampai di Cidaon kami dijemput oleh ABK dari Bp. Matang. Setibanya di Tanjung Layar, hari sudah sore, kami langsung mencari camp site yang tepat. Ternyata ada mercusuar tua yang masih dipakai dan reruntuhan benteng-benteng Belanda yang membuat suasana menjadi sedikit seram. Tidak lama kemudian kami kembali menjumpai grassing ground, kali ini kami benar-benar berada di ujung barat pulau Jawa. Karena tidak ada sumber air bersih, terpaksa kami membersihkan diri di laut. Yap, bisa dibayangkan dimana sabun benar2 tidak ada gunanya disini, setelah mandi badan tetap lengket. Malam terakhir di TNUK kami hanya bisa berbaring, bercerita tentang semua pengalaman dalam perjalanan kami beratapkan langit yang diselimuti bilyaran bintang-bintang yang sangat luar biasa indahnya. Tidak jarang pula kami melihat bintang jatuh. Make a lot of your wish happen here..

Sebelum kami kembali ke Sumuran, sisa-sisa waktu kami isi dengan menikmati pemandangan yang sangat indah, bukit-bukit karang yang sangat besar membentengi kami dari hempasan ombak, dan ikan-ikan yang bewarna warni tidak hentinya bermain diantara karang-karang. Setelah kembali ke Sumuran, kami menginap kembali dirumah Bp. Matang. Tampaknya ikan bakar balado mananti lagi.


Sebuah pengalaman yang sangat luar biasa dan tidak akan pernah terlupakan. Petualangan tidak akan pernah berhenti selama kami masih bernafas.

No comments: